
Padang panjang, 29 September 2025. Sebagai upaya guna mendorong inovasi dan kolaborasi kreatif lintas disiplin, Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Musik Film ISI Padangpanjang sukses menggelar program “INTERFRAME”. Program ini menyatukan tiga ranah utama seni musik film, sinema, dan seni media baru ke dalam satu ruang dialog yang interaktif dan partisipatif, dengan fokus pada pengembangan kreativitas dan pembelajaran berbasis praktik. INTERFRAME dirancang sebagai laboratorium terbuka, memungkinkan mahasiswa, komunitas seni, dan praktisi dari berbagai bidang saling bertukar ide dan menciptakan karya-karya inovatif yang menggabungkan bunyi, visual, dan teknologi interaktif. Program ini juga menjadi sarana strategis untuk memperkuat kompetensi mahasiswa Musik Film, khususnya dalam peran sebagai film composer, audio engineer, dan manager post-production, dengan memberikan pengalaman langsung dalam proyek kolaboratif nyata.
Kegiatan dibuka pada Senin, 29 September 2025, di Ruang Perkusi ISI Padangpanjang oleh Dekan Fakultas Seni Pertunjukan, serta dihadiri oleh ketua jurusan beserta sejumlah dosen dari Jurusan Musik Film. Turut hadir bersama seluruh mahasiswa Jurusan Musik Film ISI Padangpanjang serta sejumlah mahasiswa dari Universitas Dharma Andalas. Rangkaian kegiatan diawali dengan sesi talk show, menghadirkan tiga narasumber ahli yang membagikan wawasan dari bidang komunikasi, seni media, dan kolaborasi multidisiplin. Indria Flowerina, A.Md., S.E., M.Si., selaku dosen sekaligus pemateri tamu dari Ilmu Komunikasi Universitas Dharma Andalas, menguraikan Model Komunikasi Harold D. Lasswell, menjelaskan proses komunikasi serta berbagai jenis iklan dari tradisional hingga digital serta bagaimana audiens menafsirkan dan memberi makna pada pesan yang diterima.


Sementara itu, Husin S.Sn., M.Sn., penggiat komunitas Cinepelan, memaparkan pentingnya kolaborasi multidisiplin sebagai ruang belajar bersama. Ia mencontohkan berbagai kegiatan komunitasnya, mulai dari program eksperimen audio-visual “Memekak”, kelas seni peran “Cuman Ekting”, hingga program daur ulang kreatif “Operasi Asoy”. Kegiatan tersebut tidak hanya memperkaya pengalaman seni, tapi juga mendorong terbentuknya ruang-ruang edukasi informal yang produktif. Dari perspektif seni media, Haviz Emriadi, S.Ds., M.Sn., dari IBBT Institute menjelaskan perkembangan dan definisi seni media sebagai seni yang menggunakan media teknologi sebagai medium utama. Ia menyoroti ciri khas seni media yang eksperimental dan interaktif serta perjalanan sejarahnya sejak video art pada 1970-an hingga seni berbasis teknologi terkini seperti VR, AR, dan AI. Haviz juga menjelaskan beragam bentuk seni media, termasuk video art, instalasi interaktif, hingga performance art berbasis suara dan elektronik.

Setelah sesi diskusi, mahasiswa dari berbagai disiplin mengikuti lokakarya kolaboratif, bekerja sama menciptakan karya eksperimental melalui improvisasi dan eksplorasi bunyi-gambar, yang menguatkan nilai kolaborasi praktis dan lintas bidang. Rangkaian kegiatan dilanjutkan keesokan harinya, Selasa, 30 September 2025, dengan showcase dan ekshibisi eksperimental (dalam berita selanjutnya) yang menampilkan karya-karya hasil lokakarya. Acara ini mencakup pemutaran film pendek, instalasi audiovisual, serta pertunjukan performatif kolaboratif yang memukau audiens, sekaligus menjadi wujud nyata proses kreatif yang berjalan selama program. Program ini membuktikan bahwa ruang eksperimen dan kolaborasi di perguruan tinggi adalah kunci pengembangan pendidikan seni yang relevan dan mampu menjawab tantangan industri kreatif masa kini dan masa depan.
ditulis oleh Nuzul Rachmadan (mahasiswa kritik musik)
Supervisi : Rama Anggara, M.Sn
